Dosen IAT Presentasi di Pertemuan FKMTHI 2022

Forum Komunikasi Mahasiswa Tafsir Hadis Indonesia (FKMTHI) Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta – Jawa Tengah (DIY-Jateng) menggelar seminar nasional dalam rangka Musyawarah Kerja Wilayah (Muskerwil) di UIN Salatiga pada Sabtu (18/06).


Seminar yang mengangkat topik ‘Pendekatan Multidisiplin dan Interdisiplin dalam Studi Tafsir Hadits di Era Digitalisasi bertempat di Aula Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga diikuti 151 peserta dari 23 delegasi Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ilmu Al-Qur’an dan Hadits (IAT) dan Ilmu Hadis (Ilha) se DIY-Jateng.


Dalam kesempatan ini, Dosen IAT UIN Raden Mas Said Surakarta, Nur Rohman, didapuk sebagai narasumber bersama Muhammad Rikza Muqtada, dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus Muhammad Rikza Muqtada.

Pada kesempatan ini, Nur Rohman menekankan bahwa sebetulnya mahasiswa IAT dan Ilha mempunyai resourcesyang luar biasa. Oleh karena itu, mahasiswa pada rumpun ilmu harus mampu menyalurkan wawasan pengetahuannya pada khalayak secara luas. 


“Sekalipun dinamika zaman terus berlanjut, mahasiswa IAT-Ilha dapat menjadi garda depan yang mengontrol bagaimana iklim otoritas keagamaan itu tidak sampai mengalami pergeseran yang berkelanjutan,” ucapnya.


Menurutnya, menghadapi era hari ini, kita perlu terus meningkatkan critical thinking, komunikasi yang baik, dan kerja kolaborasi yang kreatif juga inovatif, supaya seimbang dan tetap pada koridor prinsip. 

“Dari banyak tantangan tersebut, sebagai mahasiswa IAT dan Ilha yang menekuni akar rumput wawasan keagamaan, semestinya bisa responsif dengan mengambil tindakan. Minimal menjaga sisi humanisme yang mulai terkikis. Misalnya, ketika menonton tausiyah di YouTube, turut merespons dengan memberikan rujukan dari kitab yang berkaitan, atau berbagi ilmu apa yang pernah kita pelajari dari para masayikh, dan seterusnya,” tegasnya.

Sementara itu, Rikza mengatakan, kondisi era disrupsi yang memberikan dampak pada pelbagai sektor, utamanya kemajuan teknologi terhadap digitalisasi pendidikan dan akses sumber referensi keilmuan tafsir hadits semakin marak. 

“Dulu untuk menuntut ilmu itu perlu sanad keilmuan dari gurunya langsung, hari ini kita hanya perlu berselancar di internet dalam satu genggaman untuk mengakses semua hal yang ingin kita ketahui. Hal ini selain mempermudah kita dalam mencari ilmu, tak dapat dipungkiri juga menyebabkan pergeseran otoritas keagamaan,” ujarnya.


Disampaikan, saat ini setidaknya transformasi zaman memberikan beberapa tantangan terhadap agama Islam. Mulai dari banjirnya informasi yang tak terelakkan, pandangan eksklusif terhadap segala sesuatu, prioritas popularitas dibandingkan kompetensi keilmuan yang juga disebabkan oleh jebakan algoritma, hingga fenomena hijrah yang kian marak didominasi oleh interpretasi tekstual. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *