Boyolali – Bertempat di MI Ma’arif Banyuanyar, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Raden Mas Said Surakarta lakukan kerjasama dengan Lakpesdam PCNU Boyolali, MI Ma’arif dan Bum Desa Banyuanyar. Kerjasama ini diwujudkan dalam program Pengabdian Kepada Masyarakat yang mengangkat tema ‘Penguatan Moderasi Beragama di Lingkungan Keluarga dan Madrasah’.
Kegiatan partnership ini dihadiri oleh sejumlah elemen, di antaranya K.H. Jamal Yazid, M.Si mewakili jajaran Syuriah PCNU Boyolali, Muslich, S.Pd., M.A. selaku ketua Lakpesdam PCNU Boyolali beserta tim, Ketua Tanfiziyah NU Ranting Banyuanyar, para Komite Madrasah Ma’arif Banyuanyar beserta tim pengelola Madrasah, serta Nur Rohman, M.Hum dan Nurul Aulia, M.H. sebagai perwakilan dari Prodi IAT UIN Raden Mas Said Surakarta.
Kegiatan yang diikuti oleh guru, wali siswa dan warga Banyuanyar ini diawali dengan sambutan hangat dari Komite Madrasah MI Ma’arif Banyuanyar. Ia menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah berjibaku menyiapkan dan mensupport kegiatan ini. Pihaknya juga berharap, kegiatan semacam ini dapat terus dilaksanakan sebagai bagian dari pengembangan SDM yang ada, serta dapat bermanfaat bagi masyarakat.
Sementara itu, Nur Rohman sebagai perwakilan dari Prodi IAT UIN Raden Mas Said menyampaikan alasan mengapa moderasi beragama perlu dipupuk dan diperkuat di tengah-tengah masyarakat. Menurut Nur Rohman yang juga sebagai Koordinator Prodi IAT, saat ini arus globalisasi dan teknologi telah menyasar ke semua lapisan masyarakat, khususnya generasi muda dan anak-anak. Dunia digital, khususnya media sosial meniscayakan adanya keterbukaan informasi dan sekaligus tak sedikit propaganda. Semua hal tanpa batas bisa diunggah dan ditemukan di dalamnya. Oleh karena itu, peran keluarga dan lembaga pendidikan menjadi penting dalam proses pengawasan aktifitas anak-anak di lingkungannya.
Bersamaan dengan hal itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa ideologi radikalisme dan ekstrimisme banyak menyasar ke kalangan remaja dan anak-anak di usia produktif (17-30) tahun. Usia-usia itu dikenal sebagai usia labil yang tak jarang masih dalam proses pencarian jati diri. Sehingga jika tidak hati-hati, rentan disusupi ideologi yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia dan nilai Pancasila. Rohman juga menyampaikan amanah Kementerian Agama yang menaungi lembaganya untuk terus bersama-sama berperan aktif dalam proses penguatan Moderasi Beragama, khususnya dalam ranah keluarga. Sementara itu, ia menilai wilayah Banyuanyar yang mayoritas warga NU, telah melakukan praktik baik dalam mengembangkan desa, melestarikan tradisi dan nilai-nilai perdamaian. Akan tetapi, tentu ini harus terus dikembangkan.
Muslich, S.Pd., M.A. yang bertindak sebagai narasumber kegiatan ini menyampaikan poin-poin penting tentang penting praktik ideal pengasuhan anak. Muslich dalam hal ini menggabungkan nilai spiritual dan wacana-wacana kontemporer untuk selanjutnya dipraktekkan dalam kehidupan keluarga. ‘Proses pengasuhan di era teknologi ini memiliki tantangan yang tak mudah. Jangan sampai anak-anak lebih tunduk pada gawai dibandingkan pada orang tuanya’, tegasnya. Melalui materi yang ia sampaikan, Muslich mengajak para peserta untuk memperbaiki cara mengasuh anak, baik secara spiritual dan tidak tertinggal dengan perkembangan zaman.
Sementara itu, K.H. Jamal yazid, M.Si juga berpesan bahwa keluarga khususnya ibu adalah benteng terakhir dalam proses penjagaan generasi penerus dari segala ancaman yang ada. Hal ini sejalan dengan pesan Nabi ‘al-umm madrasatul ula’ (Ibu adalah sekolah pertama bagi putra-putrinya). Sehingga ibu perlu meningkatkan kemampuan dalam proses pengasuhan anak, baik secara lahir maupun bathin. Dengan begitu, maka beliau berharap lahir generasi-generasi penerus yang mempunyai karakter dan mampu membangkitkan kehidupan keluarga dalam segala aspeknya.
Dalam sesi focus grup discussion (FGD) para peserta diminta untuk memetakan akar masalah yang ada di wilayahnya dan merumuskan rencana tindak lanjut. Pemetaan ini menyasar mulai dari pemetaan potensi desa, hingga potensi yang bisa dikembangkan. Beruntung, desa Banyuanyar merupakan desa yang tengah mengembangkan diri menjadi desa wisata dan kampus kopi, dengan potensi daerah penghasil kopi. Sehingga salah satu kegiatan yang akan dilaksanakan setelah acara ini adalah pelatihan mengolah kopi bagi peserta yang hadir. Hal ini sekaligus dapat dijadikan sarana untuk penguatan moderasi beragama. Karena salah satu penyebab seseorang mudah bergabung dengan kelompok radikal ekstrimis adalah masalah ekonomi. Di akhir sesi, salah satu anggota pengurus Madrasah menilai kegiatan semacam ini sangat penting. Sehingga pihaknya berniat untuk mengadakan kegiatan-kegiatan serupa, minimal dalam 35 hari sekali.