Gandeng KKG PAI Sragen, Prodi IAT Laksanakan Pengabdian Kepada Masyarakat

Kamis 27 Mei 2021 Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir melakukan Pengabdian Masyarakat tahap pertama tahun 2021. Bekerja sama dengan KKG PAI Sragen, pengabdian kali ini mengusung tema Islam Moderat dalam Kajian Tafsir. Bertempat di Gedung KPRI kecamatan Masaran, kegiatan ini dihadiri oleh  Tsalis Muttaqin, Khusaeri dan Elvi Naimah dan seluruh keluarga KKG PAI Sragen dengan standar protocol kesehatan ketat. 

Dalam sambutannya, Siyami, yang sekaligus menjadi ketua KKG PAI Kabupaten Sragen, menegaskan, bahwa KKG PAI Kabupaten Sragen menyambut baik acara kerjamasa antara KKG PAI dengan Program Studi IAT IAIN Surakarta. Ia berharap kedepannya, kerjasama seperti ini bisa berkesinambungan dalam bentuk yang lebih luas bagi guru-guru PAI. Menurut Siyami, adanya sharingdan tukar pikiran antar pendidik dan pihak lain membuat kerja pengajaran menjadi lebih maksimal karena ilmu dan wawasan semakin bertambah.

Tsalis muttaqin yang sekaligus menjadi pengabdi dalam kegiatan ini membuka dengan penjelasan, bahwa istilah halal bi halal adalah khas Islam Indonesia. Halal bi halal merupakan kearifan lokal yang harus dipertahankan, karena di dalamnya terdapat ajaran kebaikan berupa silaturrahmi dan budaya saling memaafkan. Hal ini ia sampaikan karena momentum pelaksanaan kegiatan ini masih dalam suasana idul fithri 1442 H.

Selanjutnya, Tsalis menjelaskan bahwa dalam perkembangannya, Islam sebagai agama yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis tidak bisa melepaskan diri dari dialektika budaya. Ada ajaran Islam yang murni dari al-Qur’an dan hadis, ada ajaran yang tanpa disadari oleh masyarakat merupakan produk budaya. Tsalis memberi ilustrasi, ucapan selamat hari raya Idul Fitri di Indonesia, selalu disimbolkan dengan gambar bedug dan ketupat. Padahal di Arab tidak ada Bedug dan ketupat. Dalam tradisi lebaran di Indonesia, ucapan suka cita menyambut idul fitri diekspresikan dengan memukul bedug bertalu- talu di berbagai daerah dan diikuti dengan membuat ketupat setelah tujuh hari lebaran. Sebenarnya, hari raya ketupat ini merupakan simbol saat berbuka sebagian umat Muslim yang melakukan puasa sunnah enam Syawal setelah tanggal 1 Syawal. Dalam perkembangannya ia menjadi ritual sendiri yang sering disebut dengan hari raya ketupat atau bodo kupat. “Tradisi ini harus kita terima sebagai bentuk penghargaan kita terhadap tradisi agung masyarakat. Selama tidak ada pelanggaran Syariat di dalamnya” Ujar Tsalis.

Dengan gaya bercanda, Tsalis juga menyebutkan bahwa kelak yang masuk surga duluan adalah guru-guru PAI di SD. Alasan yang dikemukakan, guru PAI di Sekolah dasar merupakan pihak yang pertama kali mengajarkan syahadat, lafaz Allah, dan ajaran-ajaran Islam penting lainnya. Di daerah yang pemahaman agamanya masih minim. Peran guru PAI ini sangat urgen dan mulia jika didasari dengan tulus dan ikhlas karena mengajarkan agama Allah. Oleh karenanya, wajar kalau guru PAI ini kelak masuk surga duluan dari pada dosen-dosen. Sontak ungkapan ini disambut tepuk tangan dan gelak tawa para peserta yang notabene guru- guru PAI di sekolah dasar di Sragen

Secara serius Tsalis menjelaskan bahwa pemahaman Islam moderat bagi guru PAI ini penting. Karena apa yang disampaikan guru merupakan ajaran yang terekam dalam ingatan anak-anak sampai dewasa. Sehingga anak-anak mendapatkan pemahaman yang benar tentang bagaimana seharusnya beragama dengan moderat, toleran, dan dapat memahami pikiran-pikiran lain yang berbeda. Tsalis juga menjelaskan bahwa umatan wasathanadalah umat yang berada di tengah, adil, moderat dan tidak berlebihan di sisi yang ekstrim.Wasathan, tengah-tengah atau moderat mempunyai makna yang beragam di kalangan ahli tafsir. Moderat dapat berarti menyeimbangkan antara kepentingan ruh dan jasad, dunia dan akhirat, ibadah dan interaksi sosial dan lainnya. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *